Notification texts go here Contact Us Buy Now!

SEKOLAH SEHARI PENUH BANYAK KELUH



Beberapa hari ini Netizen dan pemerhati pendidikan, khususnya sosiolog kritis sedang dibayang-bayangi oleh wacana dari Kemendikbud tentang "Full Day School " disekolah-sekolah sebagai upaya restorasi pendidikan pada level SD dan SMP karena pada tahap itulah karakter anak bangsa terbentuk" Ungkap Muhadjir Effendy. Sontak pendapat Pak Menteri itu pun menuai pro bahan kontra dikalangan kami. Ada dua sisi mata uang yang kemudian menjadi mata rantainya wacana yang kontradiktif, mengapa ? karena selama ini praktik ful day school justru dipraktikkan disekolah-sekolah bonafit.
Tentunya banyak kalangan lalu membandingkan dengan kinerja era kanda Anies Baswedan, sebenarnya enak zaman siapa itu bergantung kejutan ditiap kebijakannya, gebrakan-gebrakan segar selalu ditunggu guna memperbaiki kualitas pendidikan Indonesia , atas nama demi mencerdaskan kehidupan Bangsa, siswa di obat-abitkan dengan kebijakan-kebijakan dari pihak terkait.

Merujuk pada filsafat pendidikan kritis tentu kualitas pendidikan khususnya kualitas akademik maupun non akademik Siswa bukan terletak pada jam pelajaran yang menjejali mereka di satu hari suntuk. Sekolah Full Day sudah banyak dipraktikkan oleh sekolah-sekolah swasta yang cukup bonaft, yang SPP nya cukup untuk makan ala-ala resepsi pernikahan dan cukup untuk menggaji Guru dan staff yang ikut-ikutan Full Day. Letak dari pembaharuan bahkan perombakan kualitas siswa bukan pada sisi itu namun, pada proses pembelajaran apakah membuat mereka “waras” dan mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan filosofis tentang kehidupan dan mampu memberikan dampak menjadi manusia luhur yang peka dengan dunia sosialnya, yang mampu terbuka dengan kritik dan tak lantas sempit dalam menawarkan pembaharuan. Pertanyaannya apakah proses pembelajaran dikelas tak membosankan untuk mereka ?.

Sekolah Full Day pun perlu kompetensi guru yang bertambah yaitu kompetensi mengatasi “kesabaran” karena, berada satu hari suntuk di sekolah dan demi mencerdaskan anak Bangsa. Menakutkan apabila anak dijejali pelajaran satu hari penuh kemudian mereka mengalami “kejenuhan intelektual”, dan PR bagi Guru bertambah supaya menjadikan kelas pelajaran mereka menjadi menarik seharian. Ya, memang mata pelajaran berganti-ganti di satu hari sekolah tapi bagaimanakah nasib anak-anak yang diajarkan. 

Anak-anak yang sekolah di pedesan pun terenggut jam bermain mereka yang selama ini penulis rasakan indahnya bermain dan berfilsafat bersama alam sekitar. Full Day School bukan satu-satunya solusi kebijakan yang masuk daftar cara memperbaiki kualitas pendidikan khususnya pendidikan anak usia SD hingga SMP.

Estimasi waktu baik siswa maupun staff pendidik pasti diputar ulang mengurangi jam bermain dan berkumpul bersama keluarga. Apalagi bagi para staff pendidik yang sigle, tentu waktu mereka berkurang untuk bersosilisasi memperoleh peluang jodoh.

Satu lagi bagi pendidik yang sudah berpengalaman mengajar hamper 20 sampai 30 tahunpun mereka akan kewalahan karena terkuras energi dituntut kreatif lagi dalam mengajar dan bertambah jam. Siswa adalah subjek, Guru juga subjek. Objeknya adalah ilmu pengetahuan yang menjadi kajian, proses pendidikan adalah proses seseorang melewai jembatan menuju tingkat berpikir secara kritis sebagai manusia dalam hidupnya. Mampu menjawab setiap pertanyaan yang muncul diakal secara empiric.

Para orang tua siswapun pasti resah Karena akan berkurang waktu bersama anak mereka, padahal pendidikan karakter pertama anak adalah dalam keluarga, lantas jika jam bersama keluarga saja direnggut dan bias-bisa sampai rumah sudah malam, karena pulang sekolah sore lalu dijalanan macet dan sampai rumah sudah waktunya istirahat, pagi-pagi sekali kembali lagi berangkat sekolah dan begitu seterusnya. Sekali lagi penulis tekankan, bukan tentang lamanya jam pelajaran namun, bahagia atau tidaknya mereka secara sadar pergi ke sekolah untuk mewaraskan pikiran dan bahagia karena terjawab pertanyaan-pertanyaan di dalam pikiran mereka. Biarlah yang sudah memberlakukan full day disekolahnya tetap melanjutkan kebijakan tersebut karena memang mampu secara birokratif. Namun, yang sekolah lainnya biarlah melanjutkannya.

Tetap dingin dalam menanggapi wacana yang beredar mengenai Full Day School, yang bermain silakan melanjutkan permintaannya, yang sibuk berbenah biokrasi silakan melakukan transformasi, yang sibuk bermain seru di pedesaan biarlah bermain di desa yang penuh dengan jawaban, para orang tua harus tetap memberikan kasih sayang dan pengawasan dalam memberikan pembelajaran karakter kepada anaknya. 

Dewi Fadlilatul Lailiyah
Sby-08-08-2016

Getting Info...

Posting Komentar

Cookie Consent
We serve cookies on this site to analyze traffic, remember your preferences, and optimize your experience.
Oops!
It seems there is something wrong with your internet connection. Please connect to the internet and start browsing again.
AdBlock Detected!
We have detected that you are using adblocking plugin in your browser.
The revenue we earn by the advertisements is used to manage this website, we request you to whitelist our website in your adblocking plugin.
Site is Blocked
Sorry! This site is not available in your country.